
JAKARTA – Fikih wudu merupakan bagian penting dari ilmu ibadah yang menyentuh langsung aspek kesucian dalam Islam. Ia bukan sekadar praktik fisik menyucikan anggota tubuh, melainkan amalan yang penuh keutamaan, menjadi pembuka pahala, penebus dosa, serta tanda cahaya bagi orang beriman di hari Kiamat.
Tulisan ini akan mengulas secara singkat mengenai definisi wudu, keutamaannya, serta hukum-hukum dasarnya, dengan merujuk pada dalil-dalil shahih.
Fikih Wudu – Definisi
Secara bahasa, wudu adalah keindahan dan kebersihan. Adapun secara syar’i, wudu adalah:
استِعمَالُ الْماءِ فِي الأَعْضَاءِ الأربَعَة، وهي: الوَجْهُ، واليَدانِ، والرَّأسُ، والرِّجْلَانِ، عَلى صِفةٍ مخصُوصةٍ فِي الشَّرْعِ، على وجهِ التَّعبُّدِ لله تعالى.
“Menggunakan air untuk membasuh empat anggota badan, yaitu: wajah, kedua tangan, kepala dan kedua kaki, dengan tata cara tertentu sesuai syariat, dalam rangka beribadah kepada Allah ta’ala.”[1]
Keutamaan wudu
Orang yang berwudu akan mendapatkan keutamaan, di antaranya:
1. Menghapus dosa-dosa
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, beliau mengatakan,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ، ثُمَّ قَالَ: مَنْ تَوَضَّأَ هَكَذَا، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ، لَا يَنهَزُهُ إِلَّا الصَّلاةُ، غُفِرَ لَهُ مَا خَلَا مِن ذَنْبِهِ.
“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berwudu dengan sangat baik (sempurna), kemudian beliau bersabda, ‘Barangsiapa yang berwudu seperti wuduku ini, lalu ia keluar menuju masjid dikarenakan untuk menunaikan salat, niscaya dosa-dosanya yang masih tersisa akan digugurkan.”[2]
Dalam riwayat lain disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
إِذَا تَوَضَّأَ العَبْدُ الْمُسْلِمُ أَوِ الْمُؤْمِنُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجَ مِن وَجْهِهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ نَظَرَ إِلَيهَا بِعَينَيهِ مَعَ الْمَاءِ أَو مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ يَدَيهِ خَرَجَ مِن يَدَيهِ خَرَجَ مِن يَدَيهِ كُلُّ خَطِيئَةٍ، كَانَ بَطَشَتْهَا يَدَاهُ مَعَ الْمَاءِ أَو مَعَ آخِرِ قَطْرِ الْمَاءِ، فَإِذَا غَسَلَ رِجلَيهِ خَرَجَتْ كُلُّ خَطِيئَةٍ مَشَتْهَا رِجْلَاهُ مَعَ الْمَاءِ أُو مع قَطْرِ الْمَاءِ حتَّى يخرُجَ نَقِيًّا مِنَ الذُّنُوبِ.
“Apabila seorang muslim atau mukmin berwudu, kemudian membasuh wajahnya, maka akan berguguran pula dari wajahnya setiap dosa yang ia lakukan dengan kedua matanya, dosa itu berguguran bersamaan dengan air yang mengalir padanya hingga akhir tetesan. Apabila ia membasuh kedua tangannya, maka akan berguguran pula dosa yang pernah dilakukan oleh kedua tangannya secara bersamaan dengan air yang mengalir padanya hingga akhir tetesan. Apabila ia membasuh kedua kakinya, maka akan berguguran pula dosanya yang pernah ia lakukan dengan kedua kakinya, dosa itu berguguran bersamaan dengan air yang mengalir hingga akhir tetesan, sehingga, ia pun keluar dalam keadaan bersih dari dosa.”[3]
2. Tanda yang bercahaya di hari Kiamat
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah pergi menuju pemakaman, lalu beliau bersabda,
السَّلامُ عَلَيكُمْ دَارَ قَومٍ مُؤمِنِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ. وَدِدْتُ أَنِّي قَدْ رَأَيتُ إِخْوَانَنَا.
“Assalaamu’alaikum wahai para penghuni kubur dari kalangan orang-orang yang beriman, sungguh, kami insya Allah akan menyusul kalian. Aku begitu sangat ingin berjumpa dengan saudara-saudara kita.”
Para sahabat bertanya,
يَا رَسُولَ اللهِ، أَلَسْنَا إِخْوَانَكَ؟
“Wahai Rasulullah, bukankah kami ini saudara-saudaramu?”
Beliau menjawab,
بَلْ أَنْتُمْ أَصْحَابِي، وَإِخْوَانِي الَّذِينَ لَم يَأْتُوا بَعْدُ، وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الحَوضِ.
“Kalian adalah para sahabatku, adapun saudara-saudaraku adalah mereka yang belum datang. Akan kutunggu mereka kelak di telaga.”
Para sahabat kembali bertanya,
يَا رَسُولَ اللهِ، كَيفَ تَعرِفُ مَن يَأْتِي بَعْدَكَ مِن أُمَّتِكَ؟
“Wahai Rasulullah, bagaimana caramu mengenali orang yang datang setelahmu bahwa dia adalah umatmu?”
Beliau menjawab,
أَرَأَيتَ لَو كَانَ لِرَجُلٍ خَيلٌ غُرٌّ مُحَجَّلَةٌ فِي خَيلٍ بُهْمٍ دُهْمٍ، أَلَا يَعْرِفُ خَيلَهُ؟
“Bagaimana pendapatmu jika seseorang memiliki kuda yang putih pada bagian depan kepala dan kaki-kakinya berada di sekumpulan kuda yang hitam legam, kira-kira, ia bisa mengenali kudanya atau tidak?”
Mereka menjawab, “Tentu, ia pasti akan mengetahui kudanya.”
Beliau bersabda,
فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ غُرًّا مُحَجَّلِينَ مِنْ الْوُضُوءِ وَأَنَا فَرَطُهُم عَلَى الحَوضِ.
“Sesungguhnya mereka (umatku) kelak akan datang pada hari Kiamat dalam keadaan putih (bersinar) pada bagian wajah, tangan dan kakinya karena wudu, aku akan menunggu mereka di telaga (surga).”[4]
3. Salah satu sebab masuk surga
Orang yang senantiasa menjaga wudu, kemudian menunaikan salat dua rakaat maka akan mendapatkan balasan berupa surga.
Dari Abu Buraidah radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Bilal,
يَا بِلَالُ بِمَ سَبَقْتَنِي إِلَى الجَنَّةِ؟ مَا دَخَلْتُ الجَنَّةَ قَطُّ إِلَّا سَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِي، دَخَلْتُ البَارِحَةَ الجَنَّةَ فَسَمِعْتُ خَشْخَشَتَكَ أَمَامِي، فَأَتَيتُ عَلَى قَصْرٍ مُرَبَّعٍ مُشْرِفٍ مِن ذَهَبٍ، فَقُلْتُ: لِمَن هَذَا القَصْرُ؟ فَقالُوا: لِرَجُلٍ مِنَ العَرَبِ، فَقُلْتُ: أَنا عَرَبِيٌّ لِمَن هَذَا القَصْرُ؟ فقالُوا: لِرَجُلٍ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ. قُلْتُ: أَنا مُحَمَّدٌ، لِمَنْ هَذَا القَصْرُ؟ قَالُوا: لِعُمَرَ بنِ الخَطَّابِ.
“Wahai Bilal, kok bisa engkau mendahuluiku masuk surga? Sungguh, setiap kali aku masuk surga, maka kumendengar suara sandalmu di hadapanku. Tadi malam aku masuk surga, dan aku mendengar suara sandalmu di hadapanku, kemudian aku mendatangi sebuah istana besar yang terbuat dari emas lagi tinggi menjulang, aku pun bertanya, ‘Untuk siapakah istana ini?’ Para malaikat menjawab, ‘Untuk seorang lelaki yang berasal dari bangsa Arab.’ Aku berkata, ‘Aku adalah orang Arab, untuk siapa istana ini?’ Malaikat menjawab, ‘Untuk seorang lelaki dari umat Muhammad.’ Aku berkata, ‘Aku adalah Muhammad, untuk siapakah istana ini?’ Malaikat menjawab, ‘Untuk Umar bin al-Khaththab.’”
Bilal kemudian menjawab,
يَا رَسُولَ اللهِ، مَا أَذَّنتُ قَطُّ إِلَّا صَلَّيتُ رَكْعَتَينِ، وَمَا أَصَابَنِي حَدَثٌ قَطُّ إِلَّا تَوَضَّأْتُ عِنْدَهَا، وَرَأَيْتُ أَنَّ للهِ عَلَيَّ رَكْعَتَينِ.
“Wahai Rasulullah, tidaklah aku mengumandangkan azan, melainkan aku telah menunaikan salat (sunnah) dua rakaat, dan setiap kali aku berhadas, maka aku langsung berwudu. Aku merasa bahwa Allah telah menetapkan bagiku ibadah salat sunnah dua rakaat (setelah berwudu).”[5]
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
مَا مِن مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ، فَيُحْسِنُ وُضُوءَهُ ثُمَّ يُقُومُ فَيُصَلِّي رَكْعَتَينِ مُقْبِلٌ عَلَيهِما بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ، إِلَّا وَجَبَت لَهُ الجَنَّةُ.
“Seorang muslim yang berwudu dengan sempurna, kemudian menunaikan salat dua rakaat dengan penuh kekhusyukan, maka wajib bagi dia untuk mendapatkan surga.”[6]
4. Masuk surga melalui pintu mana saja
Dari Umar bin al-Khaththab radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الوُضُوءَ، ثُمَّ قَالَ: أَشْهَدُ أَن لَّا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ؛ اللّٰهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ، فُتِحَتْ لَهُ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابِ الجَنَّةِ يَدخُلُ مِن أَيِّهَا شَاءَ.
“Barangsiapa yang berwudhu, kemudian menyempurnakannya, lalu berdoa, ‘Asyhadu allaa ilaaha illallaah wahdahu laa syariikalah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa Rasuuluh, allahummaj’alnii minat tawwaabiina waj’alnii minal mutathahhiriin,’[7] maka akan dibukakan baginya delapan pintu surga, dia diperbolehkan memasukinya melalui pintu mana saja yang ia inginkan.”[8]
5. Tanda baiknya keimanan seorang hamba
Dari Tsauban radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda,
استَقِيمُوا تُفْلِحُوا، وَخَيرُ أَعمَالِكُمُ الصَّلاةُ، وَلَن يُحَافِظَ عَلَى الوُضُوءِ إِلَّا مُؤمِنٌ.
“Istikamahlah, niscaya kalian akan beruntung! Sesungguhnya sebaik-baik amalan adalah salat, dan tidaklah seorang hamba menjaga wudunya, melainkan dialah seorang mukmin.”[9]
Hukum wudu
Sekurang-kurangnya hukum wudu terbagi menjadi dua, yaitu wajib dan sunnah:
1. Wajib
Wudu menjadi wajib bagi mereka yang muslim, berakal dan sudah baligh yang hendak menunaikan ibadah salat dan thawaf. Dalilnya ialah firman Allah ta’ala berikut:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kalian akan menunaikan salat, maka basuhlah wajah dan tangan kalian sampai ke siku, dan usaplah kepala kalian, dan (basuhlah) kedua kaki kalian
Dalam sebuah riwayat disebutkan,
لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةً بِغَيرِ طُهُورٍ.
“Allah tidak menerima salat seorang hamba tanpa bersuci terlebih dahulu.”[10]
Dalam riwayat lain juga disebutkan,
لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ مَن أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ.
“Allah tidak menerima salat orang yang berhadas sampai ia berwudu.”[11]
2. Sunnah
Disunnahkan berwudu bagi yang ingin membaca Al-Qur’an, zikir, setelah berhubungan badan, sebelum mandi junub, ketika hendak tidur dan yang lainnya. Wallahu a’lam bish showwab.
[1] Al-Fiqh al-Muyassar, hal. 33.
[2] HR. Muslim, no. 232.
[3] HR. Muslim, no. 244.
[4] HR. An-Nasa’i, no. 150. Dinilai shahih oleh Syekh al-Albani.
[5] HR. At-Tirmidzi, no. 3689.
[6] HR. Muslim, no. 234. Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu’anhu.
[7] Artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak diibadahi dengan benar melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk dari hamba-hamba-Mu yang senantiasa bertaubat dan mensucikan diri.”
[8] HR. At-Tirmidzi, no. 55.
[9] HR. Ahmad, no. 21380. Dinilai shahih oleh Syekh Syu’aib al-Arna’uth.
[10] HR. Muslim, no. 224.
[11] HR. Muslim, no. 223.
Ditulis oleh:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H