
JAKARTA – Menikah atau melamar di bulan Muharram dianggap sebagian masyarakat harus dihindari karena sejumlah hal. Salah satu keyakinan yang tersebar adalah larangan menikah atau melamar di bulan Muharram karena dianggap bulan duka. Benarkah keyakinan ini sesuai dengan ajaran Islam?
Pendahuluan
Bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender hijriyah sekaligus termasuk salah satu dari empat bulan haram (bulan yang dimuliakan dalam Islam). Sebagian orang memiliki anggapan bahwa menikah atau melamar di bulan Muharram adalah sesuatu yang makruh atau bahkan terlarang, terutama karena bertepatan dengan peristiwa kesedihan seperti tragedi Karbala. Benarkah demikian menurut syariat Islam?
Berikut penjelasan ilmiah berdasarkan kaidah dan dalil-dalil syar’i:
1. Hukum Asal: Boleh Menikah atau Melamar di Bulan Muharram
Tidak ada larangan dalam Al-Qur’an maupun hadis yang melarang menikah atau melamar di bulan Muharram. Oleh karena itu, hukum asalnya adalah boleh.
Kaedah fikih menyatakan:
أن الأصل في العادات والأفعال الإباحة ، ما لم يرد دليل التحريم
“Asal hukum perkara muamalah dan adat adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang melarangnya.”
Selama tidak ada dalil dari Al-Qur’an, sunnah, ijma’, atau qiyas yang menunjukkan keharaman atau kemakruhan menikah di bulan Muharram, maka pernikahan tetap sah dan dibolehkan.
2. Tidak ditemukan ulama yang melarangnya
Para ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, para imam mazhab, hingga ulama masa kini tidak ada yang melarang atau memakruhkan pernikahan di bulan Muharram. Maka setidaknya, telah terjadi kesepakatan bahwa menikah di bulan Muharram tidak mengapa.
Barang siapa yang mengharamkan tanpa dalil, maka ia telah berbicara dalam agama tanpa ilmu. Ini adalah hal yang sangat tercela dalam syariat Islam.
3. Bulan Muharram adalah Bulan yang Dimuliakan
Sebaliknya, bulan Muharram justru termasuk bulan yang penuh keutamaan. Nabi ﷺ bersabda:
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ
“Sebaik-baik puasa setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Allah, yaitu Muharram.” (HR. Muslim no. 1163)
Allah sendiri menisbatkan bulan ini kepada-Nya dengan menyebutnya “Syahrullah” (Bulan Allah), menandakan kemuliaan dan keutamaannya. Maka, lebih layak bagi kita berharap berkah dari bulan ini, bukan malah merasa sial atau menghindari pernikahan di dalamnya.
4. Menjawab Klaim Pelarangan Karena Tragedi Karbala
Sebagian kelompok seperti Syiah Rafidhah melarang pernikahan di bulan Muharram karena mengenangnya sebagai bulan duka atas wafatnya Al-Husain bin Ali radhiyallahu ‘anhuma. Mereka memperingatinya dengan ritual kesedihan, larangan bergembira, dan bentuk-bentuk tradisi yang tidak dikenal dalam Islam.
Menanggapi hal ini, kita katakan:
- Tidak diragukan bahwa wafatnya Husain adalah tragedi besar, tetapi syariat tidak mengajarkan memperingati hari kematian siapapun secara tahunan.
- Jika setiap hari wafatnya ulama, sahabat, atau keluarga Nabi harus diratapi dan dijadikan hari duka, maka tidak akan tersisa hari untuk bersenang-senang dan menikah.
- Bahkan, hari wafatnya Nabi Muhammad ﷺ, yang merupakan musibah terbesar bagi umat Islam, tidak pernah diperingati secara rutin dengan larangan nikah atau kebahagiaan.
- Maka mengharamkan nikah atau melamar di bulan Muharram karena alasan duka tahunan adalah bid’ah dan menyelisihi ajaran Islam yang sempurna.
5. Fakta Sejarah: Pernikahan Ali dan Fatimah
Sebagian sejarawan menyebutkan bahwa pernikahan Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah binti Rasulullah ﷺ terjadi di awal tahun ketiga Hijriyah. Artinya, sangat mungkin terjadi pada bulan Muharram atau dekat dengannya.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
نقل البيهقي عن كتاب “المعرفة” لأبي عبد الله بن منده ، أن عليا تزوج فاطمة بعد سنة من الهجرة ، وابتنى بها بعد ذلك لسنة أخرى ، قلت فعلى هذا يكون دخوله بها في أوائل السنة الثالثة من الهجرة
“Al-Baihaqi meriwayatkan dari kitab Al-Ma‘rifah karya Abu ‘Abdillah Ibnu Mandah bahwa Ali menikahi Fathimah setelah satu tahun dari hijrah, dan ia mulai hidup serumah dengannya (membangun rumah tangga) satu tahun setelahnya.
Saya (Ibnu Katsir) berkata: Maka berdasarkan hal itu, berarti Ali masuk (hidup serumah) dengannya di awal tahun ketiga hijrah.”
(Lihat: Al-Bidāyah wa an-Nihāyah, 5/310)
Ini menjadi dalil kuat bahwa menikah di bulan Muharram adalah perkara yang biasa dan tidak diingkari oleh para sahabat maupun keluarga Nabi ﷺ sendiri.
Kesimpulan
- Menikah dan melamar di bulan Muharram adalah hal yang boleh dan tidak makruh, apalagi haram.
- Tidak ada dalil dalam syariat yang melarangnya.
- Bulan Muharram adalah bulan yang penuh keutamaan, dan patut diisi dengan amal-amal kebaikan, termasuk pernikahan.
- Larangan menikah karena alasan duka seperti peristiwa Karbala adalah tradisi yang tidak berdasar dalam Islam dan termasuk bentuk bid’ah.
Wallahu a’lam.
Ditulis Oleh: Abu Utsman Surya Huda Aprila
Diringkas dari: https://islamqa.info/ar/answers/193281/ما-يشاع-من-كراهية-النكاح-في-شهر-الله-المحرم