SYARAT-SYARAT WAJIB DALAM BERWUDU

HUKUM MENGUSAP KERUDUNG SAAT WUDHU, BOLEHKAH? SYARAT-SYARAT WAJIB DALAM BERWUDU

JAKARTA – Berwudu adalah salah satu bagian ibadah yang sangat penting dalam Islam, karena menjadi syarat sah bagi pelaksanaan salat dan berbagai ibadah lainnya. Agar wudu dianggap sah, seseorang harus memenuhi syarat-syarat wajib yang telah ditetapkan oleh para ulama berdasarkan Al‑Qur’an dan as‑Sunnah.

Berikut penjelasan lengkap Syarat-Syarat Wajib dalam Berwudu

Al‑Qadhi Abu Syuja’ Ahmad bin Hasan al‑Ashbahani rahimahullah mengatakan,

فَرَائِضُ الوُضُوءِ سِتَّةٌ: النِّيَّةُ عِندَ غَسْلِ الوَجْهِ، وغَسلُ الوَجهِ، وغَسلُ اليَدَينِ مَعَ الْمِرْفَقَينِ، وَمَسحُ بَعْضِ الرَّأْسِ، وغَسلُ الرِّجلَينِ مَعَ الكَعْبَينِ، وَالتَّرْتِيبُ عَلى مَا ذكَرْنَاهُ.

“Syarat-syarat wajib dalam wudu ada enam, yaitu: (1) Niat ketika akan membasuh wajah, (2) membasuh wajah, (3) membasuh kedua tangan sekaligus sikunya, (4) mengusap kepala, (5) membasuh kedua kaki sampai mata kakinya, dan (6) berurutan sesuai dengan apa yang telah kami sebutkan.”[1]

Ini semua terkumpul pada firman Allah ‘azza wa jalla yang berbunyi,

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُواْ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُم إِلَى الكَعْبَيْنِۚ … ﴾

“Wahai orang‑orang yang beriman, apabila engkau hendak menunaikan salat, maka basuhlah wajah dan kedua tangan kalian sampai ke siku, kemudian sapulah kepala kalian dan basuhlah kedua kaki kalian sampai kedua mata kaki.”[2]

Kita akan membahasnya satu-persatu, insya Allah.

1. Niat

Berwudu merupakan salah satu jenis ibadah, maka dari itu, tidak boleh ditujukan melainkan hanya kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Seluruh jenis ibadah harus ikhlas dijalankan semata-mata karena-Nya.

Allah ta’ala berfirman,

﴿ وَمَآ أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَآءَ ﴾

“Tidaklah mereka diperintahkan melainkan untuk beribadah hanya kepada Allah dengan ikhlas mentaati‑Nya, semata-mata karena menjalankan agama.”[3]

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,

« إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ »

“Sesungguhnya setiap amalan itu hanyalah tergantung dengan niat.”[4]

Sebagian ulama berpendapat, bahwa menghadirkan niat ketika bersuci dari hadas hukumnya adalah wajib, adapun bersuci untuk menghilangkan najis, tidaklah wajib. Mengapa bisa demikian? Karena membersihkan najis biasanya hanya sekedar untuk menghilangkannya, adapun bersuci karena hadas tujuannya untuk menghilangkan hadas tersebut dan dimaksudkan untuk menunaikan ibadah.[5]

Cara berniat

Mengenai cara berniat ini, al-Imam an‑Nawawi rahimahullah memberikan penjelasan yang begitu sederhana lagi mudah dipahami, beliau mengatakan,

ولَو نَوَى الطهارة للصَّلاة أو الطَّهارة لغَيرهَا مِمَّا يتوقف على الوضوء كفَى.

“Kalau seandainya seseorang berniat bersuci untuk melaksanakan salat atau untuk hal-hal (ibadah) lainnya yang memang memerlukan untuk berwudu, maka itu sudah cukup.”[6]

Faedah:

Syarat niat adalah keyakinan. Jadi, apabila seseorang dalam berniat namun ada keraguan yang membersamainya, maka hal tersebut bisa menggugurkan ibadah yang ia tunaikan.
Contoh: ada seseorang yang merasakan keraguan, apakah ia telah berhadas atau belum. Dia kemudian berwudu sebagai bentuk kehati-hatian. Setelah berlalunya waktu, ia baru sadar dan yakin, bahwa ternyata tadi ia benar-benar telah berhadas. Maka, kasus yang seperti ini wudunya tidak dianggap sah menurut sebagian pendapat ulama. Mengapa bisa demikian? Karena ia berwudu dalam keadaan ragu. Inilah pendapat ini dianggap kuat oleh al‑Imam Abu Bakar al‑Husaini rahimahullah.[7]

Faedah:
Apabila seseorang berwudu, lalu dibasuhan pertama ada bagian yang belum terkena air, maka ia bisa disempurnakan pada basuhan kedua atau ketiga. Hal ini tidaklah mengapa.[8]

2. Membasuh wajah

Kewajiban/rukun yang kedua, ialah membasuh wajah. Dalilnya ialah firman Allah ta’ala,

﴿ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ ﴾

“Basuhlah wajah kalian.”

Wajib membasuh seluruh bagian wajah. Pertanyaannya, mana sajakah bagian wajah itu? Taqiyyuddin Abu Bakar al‑Husaini menjelaskan, bahwa batasan wajah ialah dari permulaan dahi memanjang sampai ujung dagu, dari telinga melebar ke telinga satunya.[9]

Rambut yang tumbuh di wajah ada dua macam:
a. Rambut yang termasuk bagian dari wajah, semisal: alis, bulu mata, kumis dan godek. Maka hukumnya wajib untuk dibasuh luar‑dalam, baik itu lebat maupun tipis. Hal ini dikarenakan bagian‑bagian tersebut termasuk wajah.
b. Rambut yang bukan termasuk bagian wajah, semisal: jenggot, cambang dan brengos. Maka, hukumnya cukup membasuh bagian luarnya saja. Wallahu a’lam.

3. Membasuh kedua tangan sampai siku

Kewajiban/rukun berwudu yang ketiga, ialah membahus kedua tangan sampai siku. Dalilnya ialah firman Allah,

﴿ َاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ ﴾

“Maka basuhlah wajah dan kedua tangan kalian sampai ke siku,…”


Dalil lain yang menunjukkan hal ini, ialah sebuah hadis dari Jabir radhiyallahu’anhu, bahwa ia berkata,

رَأَيتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يُدِيرُ الْمَاءَ عَلى الْمِرْفَقِ.

“Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam memutarkan air pada sikunya.”[10]

Faedah:

Wajib meratakan air ke seluruh rambut dan kulit, bahkan apabila di dalam kuku terdapat kotoran yang dapat menghalangi tersentuhnya kulit oleh air, maka harus dibersihkan. Jika tidak, maka wudunya tidak sah.[11]

4. Mengusap kepala

Rukun yang keempat ialah mengusap kepala. Dalilnya ialah firman Allah ta’ala berikut,

﴿ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ ﴾

“Dan sapulah/usaplah kepala kalian.”

Para ulama berbeda pendapat mengenai mengusap kepala:
a. Diusap secara merata (semuanya)

Inilah pendapat al-Imam Malik dan al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumallah, bahwa mereka berpendapat kepala harus diusap secara menyeluruh. Mereka berdalil dengan ayat Al-Qur’an yang menyebutkan secara global perintah mengusap kepala, dan hadis dari Yahya bin Abdillah bin Zaid, bahwa pernah ada seseorang yang bertanya kepada ayahnya, yaitu Abdullah bin Zaid,

هَلْ تَسْتَطِيعُ أَنْ تُرِيَنِي كَيفَ كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يَتَوَضَّأُ؟


“Apakah engkau berkenan untuk memperlihatkan bagaimana tata cara wudu Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam kepadaku?”

Abdullah bin Zaid dengan senang hati mau untuk memperlihatkannya. Beliau kemudian meminta tolong supaya dibawakan air wudu, lalu meminta tolong lagi kepadanya untuk menuangkan air tersebut ke arah tangannya. Disebutkan dalam hadis tersebut,

فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيهِ، فَغَسَلَ يَدَيهِ مَرَّتَينِ مَرَّتَينِ، ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلَاثًا، وغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ غَسَلَ يَدَيهِ مَرَّتَينِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ، ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ، بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ، ثُمَّ ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ، ثُمَّ رَدَّهُمَا حَتَّى رَجَعَ إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنهُ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيهِ.

“Beliau lantas membasuh kedua tangannya sebanyak dua kali, kemudian berkumur-kumur serta menghirup air ke hidup sebanyak dua kali, kemudian membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, membasuh kedua tangannya sampai siku sebanyak dua kali, kemudian mengusap kepala dengan kedua telapak tangannya, yaitu dengan mengusapkannya ke depan dan ke belakang. Beliau memulai dari depan kepala, kemudian kedua telapak tangannya mengarah ke belakang, lalu kembali lagi ke tempat semula. Setelah itu, beliau membasuh kedua kakinya.”[12]

b. Boleh diusap sebagian saja

Sebagian ulama yang lain berpendapat tidak harus semua, diusap sebagiannya saja sudah boleh, karena huruf ba pada ayat tersebut menunjukkan tab’iidh (sebagian). Inilah pendapat al-Imam asy-Syafi’i dan al-Imam Abu Hanifah rahimahumallah.

Dalil lain yang mereka pegang, ialah sebuah hadis dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu, ia berkata,

تَخَلَّفَ النَّبِيُّ ﷺ فتَخَلَّفْتُ مَعَهُ. فَلَمَّا قَضَى حَاجَتَهُ، قَالَ: « هل مَعَكَ الْمَاءُ؟ » فَأَتَيتُهُ بِمَطْهَرَةٍ، فَغَسَّلَ كَفَّيهِ وَوَجْهَهُ، ثُمَّ ذَهَبَ يَحْسُرُ عَن ذِرَاعَيهِ، فَضَاقَ كُمُّ الجُبَّةِ، فَأَخْرَجَ يَدَيهِ مِن تَحْتِ الجُبَّةِ، وأَلقَى الجُبَّةَ عَلَى مَنكِبَيهِ، فَغَسَلَ ذِرَاعَيهِ، وَمَسَحَ بِنَاصِيَتِهِ وَعَلى العِمَامَةِ، وعَلى خُفَّيهِ.

“Ketika itu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memisahkan diri (untuk buang hajat), maka, aku pun memisahkan diri pula untuk menemaninya. Setelah selesai dari hajat, beliau berkata, ‘Apakah ada air?’ Maka, aku pun langsung membawakan air untuk beliau, setelah itu beliau membasuh kedua telapak tangan dan wajahnya, kemudian beliau menyingsingkan lengan bajunya, namun yang terjadi lengan bajunya malah menjadi sempit. Maka, beliau pun mengeluarkan kedua tangannya dari jubah, lalu menyampirkannya di kedua sisi pundak beliau. Setelah itu, barulah beliau membasuh kedua tangannya, mengusap ubun-ubunnya, serta mengusap imamah (serban)-nya, dan kedua khufnya.”[13]

Jumlah usapan Berwudu

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini:

a. Tiga kali

Inilah pendapat dari kalangan mazhab Syafi’iyyah. Mereka yang berpendapat bahwa kepala diusap sebanyak tiga kali berdalil dengan hadisnya Humran, mantan budaknya Utsman, bahwa suatu hari Utsman pernah meminta kepadanya untuk diambilkan air, lalu berwudu dengannya. Berikut isi dari redaksi hadis tersebut,

أَنَّهُ رَأَى عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ دَعَا بِإِنَاءٍ، فَأَفْرَغَ عَلَى كَفَّيهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ فَغَسَلَهُمَا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَمِينَهُ فِي الإِنَاءِ، فَمَضْمَضَ وَاستَنْشَقَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، وَيَدَيهِ إِلَى الْمِرْفَقَينِ ثَلَاثَ مِرَارٍ، ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ إِلَى الكَعْبَيْنِ، ثُمّ قال رسولُ اللهِ ﷺ: « مَن تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَينِ، لَا يُحَدِّثُ فِيْهِمَا نَفْسَهُ، غُفِرَ لَه مَا تَقَدَّمَا مِن ذَنْبِهِ ».

“Bahwasanya Humran pernah melihat Utsman meminta tolong kepadanya untuk membawakan air. Setelah air itu datang, beliau pun menuangkannya di atas kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, lalu membasuh keduanya. Beliau kemudian memasukkan tangan kanannya ke dalam bejana tersebut (untuk mengambil air), lalu berkumur-kumur serta memasukkannya ke dalam hidung. Setelah itu, beliau membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, lalu membasuh kedua tangannya hingga siku sebanyak tiga kali pula, kemudian mengusap kepalanya,[14] lalu membasuh kedua kakinya sebanyak tiga kali sampai kedua mata kaki.

Setelah itu Utsman berkata, bahwa ia melihat Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, ‘Barangsiapa yang berwudu seperti wuduku ini, kemudian dia mengerjakan salat dua rakaat dan tidak terlintas pada jiwanya perkara-perkara dunia, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.’”[15]

b. Satu kali

Inilah pendapat dari kalangan Hanabilah, bahwa mengusap kepala cukup satu kali. Dalil yang mereka pegang adalah hadisnya Utsman di atas tadi, bahwa pada redaksi tersebut disebutkan bahwa beliau mengusap kepala hanya satu kali. Wallahu a’lam.

5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki

Rukun yang kelima, adalah membasuh kedua kaki sampai mata kaki. Dalilnya ialah firman Allah ta’ala,

﴿ وَأَرْجُلَكُم إِلَى الكَعْبَيْنِۚ ﴾

“Dan basuhlah kaki kalian sampai mata kaki.”

Harus terbasuh semuanya, jangan sampai ada yang tidak terbasuh. Mengapa harus demikian? Karena, apabila ada bagian yang tidak terbasuh, diancam celaka oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam.

Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhu pernah mengisahkan,

تَخَلَّفَ عَنَّا النَّبِيُّ ﷺ فِي سَفْرَةٍ سَافَرْنَاهَا، فَأَدْرَكَنَا، وَقَدْ أَرْهَقَتْنَا الصَّلَاةُ وَنَحْنُ نَتَوَضَّأُ، فَجَعَلْنَا نَمْسَحُ عَلَى أَرْجُلِنَا. فَنَادَى بِأَعْلَى صَوتِهِ: « وَيْلٌ لِلأَعْقَابِ مِنَ النَّارِ! » مَرَّتَينِ أَو ثَلَاثًا.

“Dahulu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam pernah tertinggal dari kami dalam suatu perjalanan. Beliau kemudian menyusul kami, dan pada saat itu juga waktu salat (Ashar) sudah hampir habis, maka kami pun berwudu. Ketika sampai bagian kaki, kami hanya mengusapnya. Melihat yang demikian, maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda dengan suara yang sangat keras, ‘Celakalah setiap tumit yang tidak terbasuh air, ia akan dibakar oleh neraka!’ Beliau memperingatkan hal itu sebanyak dua atau tiga kali.”[16]

Oleh karena itu, hati-hatilah. Telitilah ketika membasuh kaki. Jangan sampai ada bagian-bagian yang tidak terkena air. Hadis di atas sekaligus sebagai dalil, bahwa kaki itu harus dibasuh, bukan hanya diusap, karena ada sebagian yang berpendapat bahwa kaki cukup diusap, tidak perlu dibasuh. Ini adalah pendapat yang keliru. Wallahu a’lam.

6. Tertib (urut)

Rukun/kewajiban yang terakhir adalah tertib. Dalil Al-Qur’an maupun As-Sunnah telah jelas menyebutkan, bahwa wudu itu berurutan. Oleh karena itu, barangsiapa yang tidak berurutan dalam berwudu, maka wudunya batal. Harus diulang. Jika dia sampai melaksanakan salat dengan wudu yang tidak tertib, maka salatnya juga harus diulang. Wallahu a’lam.

Ditulis Oleh:
Abu Yusuf Wisnu Prasetya, S.H

Sumber Referensi:
[1] Al‑Ghaayah wa at‑Taqriib, hal. 3‑4.
[2] QS. Al‑Ma’idah: 6.
[3] QS. Al‑Bayyinah: 5.
[4] HR. Al‑Bukhari, no.1 dan Muslim, no. 1907.
[5] Kifaayah al‑Akhyaar, hal. 17‑18.
[6] Abu Bakar bin Muhammad al‑Husaini, Kifaayah al‑Akhyaar, hal. 18.
[7] Kifaayah al‑Akhyaar, hal. 18.
[8] Ibid, hal. 18.
[9] Taqiyyuddin Abu Bakar al‑Husaini.
[10] HR. Al‑Baihaqi dalam Sunan… dan dsb.

 

Related Posts

  • All Post
  • Doa-Doa
  • Kajian Islam
  • Khotbah Jumat
  • Muamala
  • Tanya Ulama
    •   Back
    • Akhlak
    • Fiqih
    • Hadis
    • Sirah Sahabat
    • Tafsir
    • Umum
    •   Back
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
    •   Back
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    •   Back
    • Rukun Islam
    • Rukun Iman
    • Umum
    • Sholat
    • Zakat
    • Puasa
    • Haji (Umrah)
    • Allah
    • Malaikat
    • Kitab
    • Rasul
    • Hari kiamat
    • Takdir
Edit Template

Yuk Subscribe Kajian Sunnah

You have been successfully Subscribed! Ops! Something went wrong, please try again.

Popular Posts

No Posts Found!

Trending Posts

No Posts Found!

© 2024 Kajiansunnah.co.id